Cinta tak
pernah salah
“kak, kasih
tau yang ini
kenapa!” tiba – tiba ada
suara yang membuyarkan
konsentrasi Yani pada
soal yang tengah
ia kerjakan.
“ha,” ia
masih kaget langsung
disodori sebuah kertas
berisi soal biologi dari
adik kelas tingkat
dibawahnya 1 tahun.
“kakak ga bisa
ah.” Yani mengembalikan
kertas itu pada
pemiliknya.
“kakak gitu
kali, kakak kan
sudah pernah belajar.
Tolonglah kak! Dikit
lagi.” Pria hitam
manis itu memaksa.
“kalau salah
jangan salahkan diriku
yach, sini aku
kerjain.” Yani menarik
kertas itu sambil
menggerutu.
Adik kelas
Yani tersebut menunggu
jawaban dari Yani
sembari asyik mengobrol
dengan temannya. Karna
suasana ujian saat
itu memang tidak
terlalu diperketak. Yani
pun mengerjakan sambil
ngomel sendiri. “kurang
ajar banget sich
to anak kecil,
dia malah asyik
ngobrol. Gue disuruh
ngerjain ini, mana
punya gue sendiri
belom selesai. Kalau
ga ingat – ingat dia
cowok, udah gue
jitak dari tadi.”
Pria hitam manis
itu mendengar omelan
Yani sambil senyum – senyum tanpa
sepengetahuan Yani. “ne
da selesai.” Yani
melempar kertas itu
dimeja adik kelas
yang tepat didepannya.
“he – he, makasih
yach kak! Gitu
donk dari tadi.
Aku duluan yach
kak.” Ia pun
bergegas keluar karna
bagi yang selesai
mengerjakan diperbolehkan istirahat.
“matanya bulet,
kelihatan serem, hitam
manis, tapi suaranya
lembut banget. Mirip
seseorang, siapa yach?”saat
istirahat Yani memilih
sendiri duduk ditaman
sekolah untuk memikirkan
sosok yang 1
tahun ini menjadi
adik kelasnya tapi
tak pernah ia
perhatikan sama sekali
sebelumnya. Bahkan ia
baru melihat ada sosok
itu disekolahnya. “hem
baru ingat sekarang.
Yach ampun, mirip
idola gue, Abishek Bachan.
Ah, yang asli
jauh, ternyata duplikatnya
disini. Boleh juga
to.” Yani senyum – senyum sendiri
dan membayangkan wajah
yang sempat membuatnya
kesal tadi.
Selesai istirahat.
Ujian pun dimulai
kembali. Cowok yang
mirip Abishek Bachan
itu memandanginya. “napa
dirimu?, minta dikerjakan
lagi?” Yani memandangnya
tajam. Tapi pria
pemilik senyum manis
itu tak menjawab.
Ia melebarkan senyumnya
sembari menatap Yani
dengan tatapan yang
membuat Yani merasa
tiba – tiba Deg – deg ser. ‘busyet,
tatapannya. Alamak, ga
tahan gue’. Yani
bergumam dalam hati
nya.
“ga kok
kak, kalau cari
contekan sudah tidak
dapat lagi, baru
minta tolong ma
kakak.” Ia menggaruk – garukkan kepalanya
sambil meringis. ‘dasar,
anak sekarang. Bukannya
berusaha sendiri, malah
berusaha cari contekan’
lagi – lagi ia bergumam
sendiri sambil menggeleng – gelengkan kepala.
Selama 1
minggu, ia menghabiskan
saat – saat ujiannya bersama
pria itu. Walau
tak banyak bicara,
tapi setidaknya ada
bumbu – bumbu perkenalan, saling
senyum dan sapa,
berantem – berantem kecil bahkan
saling olok – olokkan.
“kak, makasih
yach atas bantuannya
selama ini. Namaku
Faisal kak, jangan
panggil aku adik
yach.” Faisal menghentikan
langkah Yani saat
ia bergegas berpisah
untuk kembali kekelasnya
bersama teman – teman kelas
XI lainnya.
“ok, tapi.
Gue harus liat
hasil rapor kamu
nanti. Ingat itu.”
Yani melemparkan dua
jari telunjuknya tepat
didepan wajah Faisal.
Faisal tak menjawab,
ia hanya memamerkan
senyumnya yang sangat
manis itu.
***
Faisal memang
benar – benar mengalihkan perhatian
Yani. Yani selalu
memperhatikan Faisal disetiap
kesempatan. Suara, tatapan,
dan senyumannya benar – benar
membuat Yani merasa
adem dan geregetan.
Ia seperti jatuh
cinta. Ah, masak
jatuh cinta dengan
adik kelas. Brondong. ia
akan mengikuti jejak
Yuni Sarah. Oh No’
! ia
memukuli wajahnya hingga
merasa kesakitan sendiri.
Hari
yang ditunggu pun
tiba, Yani yang
tlah menerima rapor
pun segera bergegas
keluar, ia ingin
melihat hasil rapor
Faisal. Faisal pun
akhirnya keluar dengan
menyembunyikan rapor dibalik
saku celananya. Saat
itu ia bersama
teman – temannya. Tapi Yani
tak perduli, ia
pun menghampiri Faisal.
“mana rapornya?” Yani
mengulurkan tangannya. Lagi – lagi
Faisal hanya tersenyum
sembari memberikan rapor
itu. Yani pun
membuka lembaran rapor
berwarna biru muda
itu, mata Yani
pun tertuju pada
nama yang tertera
disana. FAISAL AMIR
LUBIS, kelahiran 12
Januari 1991. Kemudian
ia melihat peringkat
10 yang diperoleh
Faisal. Sebuah kemajuan,
dari 25 menjadi
10. “bagus, selamat
yach!” uluran tangan
Yani dipegang erat
oleh Faisal.
“makasih yach,
ini semua karna
kamu.” Teman – teman Faisal
pun langsung bersuit – suit melihat
adegan itu.
***
Faisal yang
terbilang jarang berbicara
tak pernah menyapa
Yani, ia hanya
melemparkan senyumnya dan
menatap Yani dengan
mata yang tajam
itu. Tapi teman – teman
Faisal selalu menyapa
dan menjadi sangat
ramah pada Yani.
Ia pun mudah
berhambur pada teman – teman
Faisal, juga karna
teman akrab Faisal
bernama Padly memang
lebih dulu kenal
dengan Yani.
Faisal mempunyai
Gank berjumlah 8
orang, begitu pula
Yani. Kelas XI
yang terkenal sering
bolos adalah Yani
dan teman – temannya. Dikelas
X Faisal dan
teman – temannya. Saat sama – sama
melarikan diri dari
hukuman guru Fisika,
Yani dan Faisal
lari ditempat yang
sama. Lagi – lagi tak
ada kata didalamnya,
hanya senyuman &
tatapannya yang memberi
banyak arti dihati
Yani yang paling
dalam.
Namanya juga
sekolah, gossip itu
cepet banget menyebar
disegala penjuru. Karna
teman Faisal selalu
mensuit – suit saat mereka
bertemu. Dikantin sekolah,
dikoperasi, taman, bahkan
lapangan olahraga. Isyu
mereka pacaran pun
menyebar, tapi malah
yang lebih santer,
Yani dikatakan yang
menyukai Faisal, dan
melebar lagi menjadi
Yani mau dengan
Faisal karna ia
anak orang kaya.
Walau Yani sedih,
tapi ia tetap
tak perduli, ia
hanya ingin. Faisal
tak pernah merubah
sikapnya yang selalu
memberikan senyum dan
tatapan yang tak
pernah ia berikan
pada wanita lain.
Semua itu special
buat Yani seorang.
Sejak saat
itu, banyak siswa
perempuan yang sok
kecentilan dengan Bronis Yani
tersebut. Dari yang
minta diboncengin, minta
ditraktir bahkan minta
diperhatiin penampilannya. Dan Menyemangati Faisal
saat ia berada
dilapangan hijau dengan
hobby nya bermain
bola kaki. Yani
hanya pasrah dan
melihat Faisal dari
kejauhan dan diam. Tapi Faisal
tak pernah menggubris
itu semua.
Walau tak
ada kata jadian,
setidaknya semua teman
Faisal dan Yani
sama – sama tahu akan
apa yang mereka
rasakan.
***
“kau
ga liat Faisal
Yan?” si Rita
padang tiba – tiba melontarkan
kata itu pada
Yani yang memang
sedang berfikir hari
ini Faisal tak
kelihatan disekolah.
“memangnya dia
kenapa?” jawab Yani
cuek, padahal dia
sendiri berharap.
“tapi tadi
malem dia dikeroyok
orang didaerah tempat
tinggalmu pun, masak
kau ga tau.”
Yani yang sok
cuek berubah jadi
lemas. Ia benar – benar
shock!
“u knapa
Yan?” tanya Yus
sahabat Yani.
“faisal Yus,
pantes dari tadi
gue ga leat
dia. Ternyata dia
dikeroyok orang, didaerah
tempat gue tinggal
lagi. Berarti pelakunya
orang – orang yang gue
kenal donk.” Tanpa
Yani sadari, airmata
yang hampir tak
pernah menetes itu
pun keluar mengiringi
kesedihannya.
“gue ngerti
perasaan u kok, u sabar
yach Yan. Gimana
kalau kita kesana?
Aku temani.”
Yus memang
paling mengerti dan
bisa menenangkan hati
sahabatnya itu.
Tanpa fikir
panjang, Yani pun
bergegas, walau ia
dan Yus tak
tahu tepat letak
rumah Faisal dimana.
Ia nekad bertanya
dan tak lupa
membawa oleh – oleh. Sampai
akhirnya ia bertemu
gedung berwarna putih
yang hampir sama
dengan ciri – ciri yang
ia tanyakan pada
orang tadi. Kebetulan
ada perempuan yang
sedang menyapu halaman.
“maaf mbak, mo
numpang Tanya. Apa
benar ini rumah
Faisal?” perempuan berbaju
putih itu pun
berhenti menyapu dan
menjawabnya dengan lembut.
“oh, temannya
dari sekolah yach.
Mari masuk.” Ia
pun mempersilahkan Yani
dan Yus untuk
masuk. “Faisal, ini
ada kawanmu dari
sekolah.” Wanita itu
pun berteriak dari
luar membuat Yani
dan Yus geleng – geleng. “ck-ck-ck”.
Tiba – tiba Padly
dan Mesran keluar.
“lho, Yani. Sini
masuk.” Padly pun
mempersilahkan sambil senyum – senyum.
“busyet da
Yus, mampus gue.
Kepergok lagi. Kurang
ajar mereka, ga
ada kendaraan didepan
kirain ga ada
siapa – siapa. Mampus dech,
malu ne Yus!”
“ah, udah
basah. Sekalian mandi
lah.” Jawab yus.
Mereka pun bertemu
dengan ibu Faisal
yang setengah baya
yang menyambutnya dengan
ramah
“kawan Faisal
dari sekolah yach?”
Yani hanya menggelengkan
kepala sembari memberikan
oleh – olehnya buat Faisal.
“kok repot – repot sich.”
Ibu Faisal ramah
dan lembut.
“ga apa – apa
kok tante. Ga
bisa bawa apa – apa.”
Ibu Faisal pun
menyuruh Yani untuk
masuk dikamar Faisal
istirahat. Alangkah kagetnya
Yani saat itu,
ternyata semua teman
Faisal ada disana.
Ia merasa sangat – sangat malu.
Ingin rasa nya
ia ngacir melarikan
diri. Sampai – sampai ia
tak bisa berkata
apa – apa. Ia hanya
melihat Faisal yang
pucat, lemas dan
seakan tak berdaya.
Selama ini ia
melihat Faisal yang
bandel, kuat berlari
apalagi saat bermain
bola, Bengal. Tapi
kali ini, ia
benar – benar tak berdaya.
Kepalanya terbungkus perban
yang berwarna merah
darah Faisal yang
masih keluar sedikit
- sedikit.
Itu diakibatkan
pukulan dengan sebuah
botol yang mengakibatkan 12
jahitan dikepalanya.
Suasananya benar – benar
hening, Yani yang
memang shock. Teman – teman
Faisal tidak menyangka
Yani berani demikian
yang benar – benar memperhatikan
Faisal.
“woy, kok
diam semua. Sal,
ngomonglah. Udah dibela – belain Yani
datang pun kau
diem saja.” Padly
memecahkan suasana yang
hening itu. Faisal
hanya tersenyum sembari
memperhatikan Yani yang
dari tadi menundukkan
kepala. Yani benar – benar
tak berani mengangkat
kepalanya. Saat ia
mulai berbaur dengan
teman – teman Faisal, ia
benar – benar tak berani
menatap Faisal. Yani
menyaksikan betapa solidaritas
mereka benar – benar terjalin
ditempat itu. Walau
disekolah mereka terkenal
Bengal dan tak
sering sok petentengan,
tapi ternyata hati
mereka baik. Saling
menyayangi dan menemani
saat salah satu
temannya terjatuh. Bahkan
mereka lebih memilih
menemani Faisal dari
pada sekolah. Tak
ada satu teman,
rasanya sunyi sekali
bagi mereka.
“ah, kok
jadi kami yang
nyuapin Faisal, kan
ada Yani. Sini
lah yan.” Celoteh
Ayom yang dengan
sabar menyuapi Faisal.
Yani baru kemudian
berani menyapa Faisal
dengan menatapnya. Sementara
Faisal yang dari
tadi memperhatikan Yani
hanya senyum – senyum tanpa
banyak berucap karna
merasakan sakit pada
kepalanya yang mengharuskan
tak boleh banyak
bergerak. Hari itu,
tak seseram yang
Yani rasakan. Karna
memang semua teman
Faisal menyambutnya dengan
baik.
“makasih yach
Yani, sudah mau
datang. Aku ga
bisa ngucapin apa – apa
kecuali terimakasih,” Faisal
pun berhenti sejenak
sebelum melanjutkan ucapannya
sembari memegang tangan
Yani dengan lembut.
“atas perhatiannya.”
Mata itu,
selalu menembus hati
yang sedang jatuh
cinta pada adik
kelasnya sendiri. Setiap
tatapannya seakan mampu
membaca detak jantung
yang berdetak semakin
kencang saja saat
saling berhadapan. Terasa
begitu dalam dan
menghanyutkan perasaan Yani.
“cepat sembuh yach
Faisal, jangan lupa
diminum obatnya.” Ucapan
yang bisa ia
berikan saat harus
meninggalkan Faisal. Adegan
bertatapan mata itu
seakan sama – sama membaca
apa yang hati
mereka rasakan tanpa
mengucapkannya.
***
12
januari, Yani ingat
bahwa itu adalah
hari ulang tahun
Faisal. Ia pun
tak menyia – nyiakan kesempatan
itu. Ia memberi
sebuah jam tangan
sebagai kado untuk
Faisal. Dimana pun
Faisal berada, teman – temannya selalu
mengiringi. Termasuk pada
hari ini. Mereka
selalu menjadi saksi.
***
Yani
sadar, semuanya hampir
tak mungkin terjadi.
Perbedaan itu, bukan
hanya dari segi
latar belakang keluarga
yang memang bertolak
belakang, tapi juga
faktor umur Yani
yang lebih tua
4 bulan dari
Faisal. Rasanya tak
mungkin. Belum lagi
harapan keluarga Faisal
yang begitu besar
menginginkan ia menjadi
seorang Pengacara kelak,
tak mungkin ia
menghancurkannya karna cinta.
Cinta keluarga Faisal
melebihi segala – galanya. Faisal
juga berhak mendapatkan
kekasih yang sederajat
dengannya. Rasanya Yani
tak boleh menghancurkan
semua itu. Yang
ia inginkan hanya
1, sikap itu
tak pernah Faisal
rubah untuknya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar